Abstrak

Abstrak

Rabu, Januari 21, 2009

DI DEPAN PINTU

Oleh: Irwan Dwi Kustanto

Rambutnya yang putih meminta zaman beristirahat
Menyalakan lentera disaku bajunya, aku pergi, gumamnya
Langit mengundangku, air mata
Yogyakarta dipenuhi api, membakar dupa
Ngger, simbok mengantuk,
Mengapa orang-orang terus berjalan,
Langkahi nisan mereka sendiri?
Sepi, simbok tidur, fajarnya yang mencari

Dalam sunyi terus dicarinya air mata
Yogyakarta masih lelap, walau sujud telah ditepian
Ngger, simbok menangis, mana air mata
Anak-anak sapi berlari, mencari-cari air mata
Induk perkutut membuka pintu-pintu hati,
Menengadah kelangit subuh
Ngger, simbok mencari
Mana jarik, simbok siap menutupi langit
Badannya yang bungkuk meniti sejarah
Entah janur kuning atau merah putih, sendu
Aku titip pematang, tanam melati, bisiknya
Simbok menanti dipintu keratin

Ngger, duduk dipintu itu, cabutlah keris
Tanamkan setengah lekukan untuk upeti Gusti
Biar simbok mengukur hati
Membukakan langit dengan air mata
Dan memohonkan kerinduan agar dipeluknya

Pagi buta, dibukanya pintu, Yogyakarta mengalir
Ribuan tetes air mata menggelombang
Mendesakkan keraton, meminggir doa
Ngger, letakkan air mata simbok di sajadah putih
Ia kan meminta langit menangis
Dan juga bumi berbaring
Untuk bisa kamu dan simbok menyirami amben dengan tahajud
Dan memintal selembar syukur , untuk kita
Lihat ngger, rambut simbok, berhelai-helai putihan doa
Walau tak terbaca, tetap bumi menerima
Di depan pintu, air mata menjelma doa

* Puisi ini untuk mengenang nenek Pami Wongso Sentono yang meninggal tanggal 17 Maret 2006 di Gunung Kidul Yogyakarta, Selamat beristirahat dalam pelukan-Nya, cucumu.

Tidak ada komentar: