Abstrak

Abstrak

Selasa, April 14, 2009

MUARA JINGGA YANG TERBELAH

Oleh: Irwan Dwi Kustanto
16 Juni 1991

Sementara hujan tak lagi reda
Kita terus mendayung sampan
Yang kita rancang sendiri, ke sungai-sungai impian

Kala arus mendorong lebih keras,
Kita semakin tak peduli
Bahkan diri kita
Kelelahanku tersampir dibelahan rambutmu
Yang terurai
Katamu, “Akan kemana kita?”
Tak usah bertanya
Sungai ini tak menyimpan jawaban
Suara riaknya tak dapat kita terjemahkan
Bahkan, cadasnya pun hanya membuat kau cemburu

Tidurlah merpati putihku
Tak usah kau menghiraukan kenangan
Yang usang
Kutahu gores sayat batu cadas itu belum sembuh
Sedangkan kepak sayapmu menyimpan luka, dalam
Biarlah kudayung sampan kita sendiri saja
Kujanjikan muara untuk bangun pagimu
Walau kutahu arus akan terputus disana
Dan …
Sampan kita mungkin akan terbelah

Air sungai tak pernah tetap
Hingga batas antara tawar dan asin
Sungguh kau pernah mengatakannya
Kalau tak aku lupa, sehingga petir
Menggugah gairah
Teruskan merpatiku berminpi
Hingga muara yang akan mengubah kesadaran diri
Disana sampan kita kan terbelah
Menyerah pada kerinduannya sendiri, yang usang tertelan masa

Tidak ada komentar: