Abstrak

Abstrak

Minggu, Oktober 26, 2008

Sebait Puisi Dari Tunanetra, Seribu Buku Untuk Tunanetra

Jakarta 23/1. Yayasan Mitra Netra (YMN), bekerja sama dengan Voice of Human Rights (VHR), Perkumpulan Seni Indonesia (PSI) dan Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta, meluncurkan antologi puisi karya seorang tunanetra Irwan Dwi Kustanto dan keluarganya, bertajuk Angin Pun Berbisik, bertempat di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Acara ini diselenggarakan untuk memperingati hari Braille yang jatuh pada 4 Januari, serta dua tahun gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra (30 Januari). Sebagian hasil penjualan antologi puisi ini akan digunakan untuk membiayai sosialisasi gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra, serta produksi dan distribusi buku bagi kelompok yang punya hambatan penglihatan ini di Indonesia.

Acara diawali dengan diskusi bedah buku Angin Pun Berbisik, yang menghadirkan guru besar sastra Universitas Indonesia Melani Budianta, penyair dari Yogyakarta Joko Pinurbo, serta Irwan Dwi Kustanto, penulis.

Peluncuran antologi ini ditandai dengan dialog antara puisi dan musik, yang dipresentasikan oleh Irwan Dwi Kustanto & Siti Atmamiah (penulis), berkolaborasi dengan Marusya Nainggolan – pianis yang juga menjabat sebagai direktur GKJ, beserta skolastika ansambel. Usai dialog puisi dan musik yang berlangsung kurang lebih limabelas menit ini, Irwan sang Penulis kemudian menyerahkan cenderamata berupa puisi dalam bingkai, yang dicetak baik dalam huruf Braille maupun huruf biasa kepada beberapa tamu undangan kehormatan.

Menyertai peluncuran antologi ini, serangkaian pertunjukan seni, baik musik, teater serta pembacaan puisi digelar di atas panggung GKJ. Diawali dengan pentas teater Meldict (Melihat Dengan Ilmu dan Cinta); sebuah kelompok teater yang beranggotakan siswa dan mahasiswa tunanetra; serta pembacaan puisi oleh para seniman seperti Dewi Lestari, Joko Pinurbo, Rieke Diah Pitaloka, dan Zeffa Yurihana – siswa kelas 6 SD yang juga salah seorang penulis dalam antologi Angin Pun Berbisik. Musikalisasi puisi juga mewarnai panggung GKJ, yang masing-masing disajikan oleh Riko & Dody – mahasiswa tunanetra --, Endah & Reza – pasangan yang belakangan ini mulai melahirkan album indi mereka --, serta Jodhi Yudono – seniman yang juga wartawan --.

Angin Pun Berbisik adalah antologi puisi pertama di Indonesia yang disusun oleh sebuah keluarga. Irwan Dwi Kustanto (ayah), Siti Atmamiah (ibu) dan Zeffa Yurihana (anak), selama beberapa tahun telah menuangkan pikiran dan perasaan mereka dalam kata-kata indah berupa puisi.

"Sejujurnya saya bukanlah penyair Angin Pun Berbisik adalah kata-kata yang saya coba kumpulkan untuk mengekspresikan perasaan, hasrat, dan semua yang pernah tumpah karena cinta yang mengalir dari kekasih, keluarga, sahabat, alam dan mungkin, Tuhan. Angin Pun Berbisik hanyalah sebuah perjalanan anak manusia, yang jejaknya tersibak oleh huruf. Saya hanyalah debu yang melukis kaki-kakinya pada jalan itu," ungkap Irwan, sang penulis.

Seribu Buku Untuk Tunanetra.

Mitra Netra, sebuah organisasi nir laba yang memusatkan kegiatannya pada peningkatan kualitas dan partisipasi tunanetra di bidang pendidikan dan lapangan kerja,
Adalah satu dari sangat sedikit "penerbit" buku untuk tunanetra di negeri ini. Lembaga yang didirikan sejak tahun 1991 di Jakarta ini, secara konsisten telah menjadikan dirinya sebagai satu-satunya lembaga, yang secara kreatif dan inovatif mengembangkan strategi, untuk mempermudah tunanetra mendapatkan akses ke dunia literasi.

Gerakan "Seribu Buku Untuk Tunanetra" adalah salah satunya. Berawal dari keprihatinan yang mendalam atas minimnya ketersediaan buku untuk tunanetra di Indonesia, yang sangat tidak sebanding dengan pesatnya perkembangan dunia literasi dewasa ini, melalui gerakan ini, Mitra Netra mengundang masyarakat luas berpartisipasi, untuk mempercepat akses tunanetra ke dunia literasi.

Bertajuk gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra yang diluncurkan pada tanggal 30 Januari 2006, Mitra Netra mengundang penerbit dan penulis bekerja sama, dengan meminjamkan soft file buku yang mereka terbitkan. Sedangkan, kepada masyarakat luas, Mitra Netra mengundang untuk menjadi relawan, dengan membantu mengetik ulang buku-buku popular. Semua file buku baik dari penerbit, penulis maupun relawan, akan diolah menjadi file berformat Braille oleh Mitra Netra, dengan menggunakan perangkat lunak Mitranetra Braille Converter (MBC), untuk kemudian dicetak menjadi buku Braille dengan mesin Braille embosser.

Agar buku-buku tersebut dapat dinikmati oleh tunanetra di seluruh Indonesia, Mitra Netra kemudian mendistribusikannya melalui layanan perpustakaan Braille on line yang dikelolanya, www.kebi.or.id (KEBI singkatan dari Komunitas E-Braille Indonesia), yang beranggotakan para produser buku Braille di Indonesia.

Dengan partisipasi masyarakat melalui gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra, Mitra Netra telah berhasil memangkas sebagian besar waktu dan biaya yang dibutuhkan guna memproduksi buku Braille. Ini juga berdampak pada makin cepatnya tunanetra mendapatkan buku. Dalam waktu dua tahun sejak diluncurkan di tahun 2006, Seribu Buku Untuk Tunanetra telah berhasil menghimpun 521 file buku, baik dari relawan, penerbit dan penulis,-- 80 % di antaranya dari relawan --, yang secara bertahap sedang diolah menjadi buku Braille.

Melalui gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra, Mitra Netra juga bermaksud mendorong Pemerintah, agar nantinya dapat melahirkan kebijakan, yang memenuhi kebutuhan khusus tunanetra di bidang literasi.

Agar gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra ini dapat terus berjalan dan makin diketahui oleh kalangan yang lebih luas, perlu dilakukan sosialisasi secara terus-menerus. Dan, dalam rangka mendukung sosialisasi ini, Mitra Netra, melalui kerja sama dengan Voice of Human Rights (VHR) News Center dan Perkumpulan Seni Indonesia (PSI), telah mencetak sebuah antologi puisi karya seorang tunanetra Irwan Dwi Kustanto beserta keluarganya, yang berjudul Angin Pun Berbisik.

Sebagian hasil penjualan antologi puisi ini akan digunakan untuk membiayai sosialisasi gerakan yang memungkinkan tunanetra mendapatkan akses ke dunia literasi ini.

"seperti angin, saya pun ingin dapat berbagi kepada sesama, untuk itulah "anginpun berbisik" kami dedikasikan guna mendorong dan mempercepat gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra," lanjut Irwan, yang menjabat sebagai Wakil Direktur Mitra Netra.

Buku adalah sumber ilmu pengetahuan, sumber informasi, media belajar serta sarana rekreasi. Ketersedian buku bagi tunanetra telah memberikan kontribusi nyata dalam upaya peningkatan kualitas hidup mereka. Dengan tersedianya buku, tunanetra kini juga dapat menempuh pendidikan di sekolah umum secara inklusif bersama dengan murid yang bukan tunanetra. Bahkan, pendidikan tinggipun bukanlah hal yang mustahil bagi mereka. Buku telah membantu tunanetra memperluas wawasan, sehingga mereka dapat menjadi sumber daya manusia yang mampu bersaing.

Melalui buku Braille, tunanetra melihat dunia dengan jari mereka. Dan, melalui gerakan Seribu Buku Untuk Tunanetra, Mitra Netra telah menjadikan dirinya sebagai penerus perjuangan Louis Braille -- tunanetra asal Perancis yang menciptakan huruf Braille --, membuka jendela ilmu pengetahuan lebih lebar bagi mereka yang memiliki hambatan penglihatan di Indonesia.

Jika membetuhkan informasi lebih lanjutn dapat menghubungi
Aria Indrawati/ Kabag. Humas Yayasan Mitra Netra
Telp. 62 21 7651386, Hp. 081511 478 478

Tidak ada komentar: