Oleh: Irwan Dwi Kustanto
Yogyakarta, 21 februari 2007
Rembulan belum mau turun saat kau bertutur;
Malam hening, kosong dari belalang
Beribu-ribu awan terbang menutup langit
Aku belum mengerti,
Mengapa tak sejenak kau berhenti menatapnya
Pernah kau sampirkan sekuntum mawar pada malam;
Usah menangis katamu
Tidak, akupun telah hilang
Tak sempat lagi air mata bergulir
Tak sempat lagi darah mengalir
Hutan-hutan dalam diriku telah terbakar
Lumat dalam tiupanmu; dahaga cinta
Merah menguak makna; terdamparlah
Semua hanya bayang ; aku tak pernah ada
Dan kutahu,
Aku hanya tangis yang tak pernah rampung kau rajut
DAN KATAMU
Oleh: Irwan Dwi Kustanto
Saat rembulan menangis
Kubiarkan wajahmu berbias menyerupai angin
Tak ada kata
Tak ada harap
Tak ada bintang pada gaunmu
Ku coba lupakan guratan yang telah ada
Karena kita berdua hanyalah sejarah
Saat ini rembulan menjauhi garisnya sendiri
Menggores wajahmu berselimutkan embun
Tak ada hening
Tak ada penantian
Karena engkau hanyalah waktu
Yang bersembunyi ditepian cemasku
Dan saatnya tiba aku hanyalah bayang dari senyummu yang dulu
Dan katamu
Kuterima perpisahan ini sebagai cahaya
Cahaya rembulan yang tak henti bergelombang
Menaiki lembah mataku
Gurun-gurun keningku yang luka
Dan kau berenang-renang sambil melupakannya
Abstrak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar