Abstrak

Abstrak

Senin, Oktober 18, 2010

Mendadak Penyair

Oleh: Mila Kamil

Saya memang cinta puisi. Saya memang penerjemah. Tapi saya tak pernah mimpi jadi penyunting puisi terjemahan bahasa Inggris. Bagi saya, mengedit terjemahan puisi bahasa Inggris bukan pekerjaan gampang. Bahasa puisi hampir selalu penuh kiasan dan cenderung mengabaikan SPOK (Subjek Predikat Objek Keterangan) yang justru menjadi syarat pembentukan kalimat agar dapat dimengerti. Bahasa puisi juga cenderung bias serta multi tafsir; dan menerjemahkan sesuatu yang multi tafsir tentu sulit dan merepotkan.

Namun justru pekerjaan yang sulit dan merepotkan inilah yang nekat saya lakukan pada bulan Februari 2008, saat saya diminta oleh Aria Indrawati dari Yayasan Mitra Netra (YMN) Jakarta untuk menyunting versi bahasa Inggris antologi puisi Angin Pun Berbisik (Whispering Breeze) yang ditulis oleh seorang tunanetra Irwan Dwi Kustanto bersama istrinya Siti Atmamiah dan putrinya Zeffa Yurihana. Penerbitan antologi puisi ini merupakan proyek penggalangan dana untuk membiayai pembuatan buku braille.

Kaget juga rasanya diminta melakukan hal ini. Saya memang penerjemah dan penyunting bahasa Inggris, tapi untuk teks biasa, bukan puisi. Saya memang suka membaca atau menulis kalimat yang puitis, tapi itu dalam bahasa Indonesia. Merasa tak mampu, saya pun melakukan tawar-menawar. Beberapa alternatif solusi saya kemukakan untuk menghindari tugas ini. Mulai dari meminta penerjemahnya sendiri yang menyunting, mengusulkan native speaker untuk jadi penyunting, sampai membuka lowongan pekerjaan untuk proyek ini. Tapi Aria menolak semua usul saya. Beliau tetap memilih saya.

"Ayolah Mila, kami percaya padamu. Kamu tahu sendiri kan, banyak hal yang kami impikan yang akhirnya bisa terwujud karena kita saling percaya dan saling dukung. Sekarang pun kita pasti bisa," dia menyakinkan saya.

Mereka percaya pada saya. Itu kunci yang akhirnya membuka pintu hati saya untuk kembali mendukung cita-cita mereka. Teman-teman tunanetra yang saya cintai ini mempercayai saya untuk membantu mereka. Mereka yakin saya bisa. Kenapa saya sendiri yang justru tidak yakin? Kenapa saya tak mau mencoba? Toh yang membuat saya ragu hanyalah karena saya belum pernah melakukan hal ini. Siapa tahu, setelah saya coba, ternyata saya bisa. We'll never know, if we don't try.

Maka, saya pun mendadak jadi penerjemah yang penyair selama tiga bulan. Selama itu pula, saya menolak proyek terjemahan dari klien-klien lain. Pusing, penat, nyaris putus asa, jangan ditanya lagi. Beberapa kali saya merasa tak sanggup bertahan. Tapi setiap kali hampir menyerah, saya teringat ucapan Aria yang penuh optimisme. Mereka percaya pada saya. Saya tak mau mengkhianati kepercayaan mereka.

Akhirnya, selesailah pekerjaan besar saya. Whispering Breeze yang terdiri dari 120 puisi terjemahan itu bahkan mendapat pujian dari sahabat kami John O'Sullivan, seorang native speaker berkebangsaan Irlandia pecinta puisi yang kami minta menjadi proofreader. Alhamdulillah.

Bagi orang lain, buku antologi puisi Whispering Breeze mungkin cuma buku biasa. Tapi bagi saya, buku ini adalah tonggak penting dalam hidup saya. Kini, tiap kali saya merasa hampir putus asa melakukan sesuatu, saya mengambil buku itu dari lemari dan mengingat-ingat cerita di balik pembuatannya. Maka seketika saya pun kembali yakin bahwa rasa saling percaya dan saling dukung yang kemudian menumbuhkan rasa percaya diri selalu bisa menjadi motor penggerak yang membuat saya mampu berbuat lebih dan lebih!

Tulisan ini pernah dimuat di kolom Samar, majalah Khalifah, edisi Februari 2009.
http://lumbungide.com/publikasi/artikel/61-mendadak-penyair.html?lang=&fontstyle=f-larger

Tidak ada komentar: