Oleh: Irwan Dwi Kustanto
Sebuah lilin berbisik; ciumlah!
Lelaki itu malu-malu menjaring serbuk rindunya
Pada bunga dititipkan sebuah syair
Ini cintaku; terang mewarna
100 abad sudah kupendam; dalam matahari senja;
Dalam hembusan angin; dalam arus sungai
Dan dalam sayap kupu-kupu
Sebuah lilin mengendap-endap; belailah!
Lelaki itu memandangi bayang-bayangnya sendiri
Itu hutan
Itu sungai
Bukan, itu awan
Tidak, itu bebatuan
Tetapi mengapa dia seperti aku; selalu kalah
Sebuah lilin ingin tertidur; ia malu
Ia ingin menutup kedua matanya
Ia ingin berlari menjauhi api
Ia tak punya pilihan
Cinta menjadikannya luruh pada nasibnya;
Dimana perempuan selalu menerimanya;
Sebagai mimpi yang harus dirajutnya
Abstrak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar